Home | News | Opinion | Contact Us
+  FROM EVERY NATION, PEOPLE AND LANGUAGE: Sharing Intercultural Life and Mission  +
 

Kapitel Jendral XVII - sebuah epilog:  


The Mirror of Venus - dari jendela kamar 207 Mercedari


Nemi: kota yang terletak di atas bukit


Penulis bersama Norbert Cuyper dari Berlin, Jerman

Integrity of creation - alam sahabat kaum beriman

 
Dari Kamar 207, Biara Mercedari, Nemi    
     

Penulis di pinggir danau Nemi
 
Sudah capek-capek datang dari Roma, ternyata di Ad Gentes Center Nemi tak ada kamar untuk diriku. Mau ditaruh di mana kepala yang sudah letih ini? "Biara Mercedari", demikian kata P. Michael McGuiness, general manajer Kapitel. "Biara dari planet mana lagi", gumamku sebal, "namanya saja baru dengar." "Kita akan jalan turun ke kampung Nemi sekitar lima belas menit", kata P. Lukas Jua yang ditugaskan untuk menemani para kapitularis di Biara tersebut. Membayangkan harus turun naik bukit setiap hari jelas tidak menyenangkan. Namun ketika tiba di kamar 207, hatiku langsung teduh. Pemandangan ke arah danau yang sering disebut "Mirror of Venus" itu begitu indah. "Rumahku" ini telah menyimpan banyak kisah menarik buat diriku.
   
 

Biara Mercedari
Komunitas religius yang baru pertama kali aku dengar namanya ini bernama resmi Order of the Blessed Virgin Mary of Mercy - Ordo Santa Perawan Maria Berbelaskasih. Biara itu merupakan bangunan tua yang terlihat agak kumuh dari luar, terletak di tebing danau Nemi yang berair tenang dan memantulkan bayangan bukit-bukit di sekitarnya. Di tepi danau itu pernah berdiri sebuah kuil Venus. Bayangan kuil itu sering nampak di permukaan air yang tenang, sehingga danau itu sering disebut sebagai cermin Dewi Venus, the Mirror of Venus.

Berdiri di jendela kamar 207, mataku langsung tertuju ke keindahan danau itu. Rasa sebal karena harus tinggal di luar komunitas SVD Nemi langsung sirna. Beberapa jepretan kamera digital mengabadikan pemandangan spektakuler itu, yang langsung kubagikan kepada teman-teman di Facebook. Kadang-kadang sempat kulihat angsa-angsa liar yang berenang mencari ikan. Di seputar danau ada beberapa rumah pertanian kebun bunga. Nemi ternyata hidup dari turisme, maka kampung kecil itu penuh dengan restoran dan toko cindera mata. Karena setiap hari harus turun naik bukit, secara tidak langsung ada olahraga wajib. Mulanya sih capek betul, nafas ngos-ngos-an. Tapi lama-lama kok badan terasa segar. Makanan yang biasanya penuh cream dapat terurai. Apalagi ada anggur merah dan putih setiap hari. Semoga saja tidak diomeli oleh internis-ku ketika check-up kesehatan nanti.

Istirahat dan refleksi
Kendatipun praktis kamar 207 itu hanya untuk beristirahat, tak urung ruangan itu telah menjadi home bagiku. Aku suka memandang jauh ke bukit seberang danau, tempat kota Gianzano di Roma bertengger. Aku tak sempat ke sana, tapi aku yakin dari sebelah sana orang juga mengagumi pemandangan Nemi. Aku teringat kata-kata Yesus, "Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi" (Mat 5:14). Suasana yang indah melahirkan banyak inspirasi. Disain entry tentang Kapitel untuk web ini lahir dari kamar tersebut. Demikian juga refleksi-refleksi Hari Minggu dan Sari Firman setiap hari lahir dari ruangan yang sama. Betapa besar nama Tuhan, terpujilah Dia di atas segala ciptaanNya. Jepretan kamera mengabadikan Nemi di waktu malam akan menjadi memori yang tak akan padam.

Komunitas misi lintas batas
Keragaman telah menjadi kekayaan dalam SVD, bahkan menjelma menjadi karakter, bahkan kharisma dan spiritualitas. Inilah identitas misioner kita masa kini. Batasan-batasan ras dan budaya masih terasa, bukan sebagai faktor penghalang, melainkan sebagai jembatan penghubung yang memperkaya khazanah misi SVD, yang didefinisikan lagi sebagai Prophetic Dialog, dihayati dalam bingkai spirituality, community, leadership, finance and formation, yang kini menjelma menjadi komunitas internasional dan interkultural. Alfons Amanor itu hitam! Norbert Cuyper itu putih! Soney Sebastian itu coklat! Elias Aiyako itu keriting! Tim Norton itu gundul! Daisuke itu tak bisa menyebut huruf "L"! Dsb.nya. Akan tetapi ada satu hal yang pasti, mereka adalah saudara-saudaraku dalam misi. Bersama-sama kita hidup dan bekerja, berbagi iman dan semangat misi, untuk mewartakan Kabar Baik yang datang dari Yesus Kristus.

Makhluk Tuhan yang berhak hidup
Namanya Lily, warnanya hitam kelam. Anjing itu selalu menggonggong ketika aku lewat, tetapi juga tetap mengibaskan ekornya. Maka gigi putih yang tajam itu nampak tak terlalu menakutkan. Ia suka bermain dan melompat-lompat di antara aneka macam bunga musim panas berwarna cemerlang. Deretan kembang dalam pot-pot sepanjang tebing di depan Ad Gentes Center menyiratkan keindahan lain yang mungkin selama ini tak kuperhatikan. Ketika burung-burung memperdengarkan suaranya di sela gemerisik daun-daun hijau pohon pinus yang ditiup angin, bisikan alam terdengar begitu nyata. Mereka adalah makluk Tuhan yang berhak hidup. Integrity of creation! Itulah salah satu komitmen misi ad extra yang hendak diwujudkan. Tuhan beri aku inspirasi dan daya untuk menyelesaikan apa yang telah Kaumulai dalam diriku.

Mosaik tak lapuk oleh usia
Perjalanan masih panjang. Hasil Kapitel masih perlu disosialisasi. Banyak harapan masih tergantung. Kerja keras menanti di depan mata. Untuk sementara kita ucapkan adios, ciao, good bye, sayonara, selamat berpisah. Namun seperti legenda melempar koin di Fontana di Trevi, dapat juga hatiku berbisik, "Aku akan kembali, bukan ke Nemi, tetapi ke semangat Misi SVD yang mungkin telah sekian lama aku abaikan."

   
 
     
BERITA SEBELUMNYA  |  PANORAMA KAPITEL  |  BERITA SELANJUTNYA


 
All stories by TIRTA WACANA Team except where otherwise noted. All rights reserved. | design: (c) aurelius pati soge