Jl. Kelapa Hijau - Bukit Indah Sukajadi - Batam 29642
SEARCH:

                 
  SVD Batam SOVERDIA (Awam SVD) Pelayanan Kitab Suci Pelayananan Internasional Liturgi dan Devosi Tirta Wacana  
 
 OPINI
"Aku sepenuhnya menyerahkan diriku kepada kehendak Tuhan dan membiarkan Ia mewujudkan keinginanNya atas diriku. Jika Ia mengijinkan sesuatu yang lebih berat menimpa diriku, aku masih tetap siap sedia dan menerima semuanya dari tanganNya "
(Arnoldus Janssen)

"Tugas kita yang paling utama ialah mewartakan Sabda. ... Pewartaan kita haruslah demikian rupa, sehingga ia memancarkan keagungan Kabar Gembira, dan dengan demikian orang dapat mengakui amanat Allah dalam kata-kata kita" (Konstitusi SVD 107)


Hari Studi Imam Keuskupan Pangkalpinang:
Imamat Sebagai Instrumen Kerahiman Ilahi

   
 
by Aurelius Pati Soge*)
halaman 2 dari 4
 

2.1. Imamat: kerahiman Allah yang berkelanjutan

Pewahyuan diri Ilahi, baik dalam bentuk verbum maupun persona, melibatkan manusia terpilih yang bertugas sebagai patner Ilahi. Dalam Perjanjian Lama kita mengenal tokoh-tokoh terpilih tersebut dalam diri para bapa bangsa, para hakim, raja-raja dan akhirnya nabi-nabi. Orang-orang terpilih ini rata-rata figur karismatis yang tampil untuk tujuan tertentu dalam satu periode tertentu. Yang menarik, dalam perjalanan sejarah keselamatan, jabatan imam ditegakkan dan diberikan kepada orang terpilih yang lain, dengan peranan yang bisa sangat menonjol tetapi lebih sering di belakang layar, sebagai pengemban tugas melayani altar Tuhan. Dalam refleksi ini kita coba mendalami persepsi imamat di dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, yang membentuk penghayatan imamat yang kita jalani sekarang, untuk kemudian kita hubungkan dengan karunia imamat sebagai wujud kerahiman ilahi.

2.1. Perjanjian Lama
Secara sederhana, imamat Perjanjian Lama lebih bersifat kultis, sebagai pembawa korban, pengantara antara Yahwe dengan umat Allah. Seorang imam terlahir dalam keluarga imam, mengemban jabatan karena terwaris dalam pertalian darah. Jabatan imamat melekat pada Suku Lewi, yang secara khusus ditunjuk Tuhan untuk menjalankan tugas pelayanan Kemah Allah. Kitab Keluaran bab 29 dan Imamat bab 8-9 memberikan gambaran, bagaimana imamat jabatan itu diwariskan melalui garis darah dan berlaku turun temurun. Ada sejumlah tata aturan mendetail menyangkut penampilan fisik, seperti pelarangan turunan Harun (Lewi) yang cacat untuk menjadi imam (bdk. Im 21:16-23). Sementara itu, semua turunan Harun yang lain otomatis ditahbiskan menjadi imam, dengan menunjukkan bukti, bahwa ia memang keturunan Harun (dari suku Lewi). Yang tidak dapat membuktikan itu, tidak dapat ditahbiskan menjadi imam (bdk. Ezr 2:61-63). Di sini terlihat jelas, bahwa linea darah suku Lewi (Harun) yang menentukan syahnya satu imamat, disertai dengan ketentuan-ketentuan lahiriah seperti kepatutan rupa (tidak cacat), serta ritual tahbisan. Soal watak pribadi, walaupun tidak bermoral baik, tidak menghalangi dia menjadi imam, pelayan altar Tuhan, seperti dalam kasus anak-anak Imam Eli (bdk. 2 Sam 12:17).

   
Peranan suku Lewi ini pada prinsipnya berlaku dalam kultus-kultus klasik keagamaan dalam kerajaan-kerajaan, negara-negara atau komunitas-komunitas teokratis, di mana pemimpin adalah representasi wujud ilahi, dan keluarga tertentu mendapat peranan sebagai pemimpin pemujaan, dengan peranan, hak-hak dan kewajiban tertentu.

2.2. Perjanjian Baru
Berbeda dengan konsep dasar dalam Perjanjian Lama, Perjanjian Baru lebih menempatkan peranan jabatan imamat sebagai sebuah karunia khusus berdasarkan pilihan Allah, bagi orang-orang yang layak di mata Tuhan, tanpa memandang dari suku mana ia berasal. Dalam skala kecil, jabatan imamat Perjanjian Baru lebih mendekati peranan kenabian Perjanjian Lama, di mana ia lebih berperanan sebagai tokoh penyeimbang kuasa rohaniah di dalam komunitas umat beriman.

       2.2.1. Karunia imamat dalam peranan kenabian.
Tradisi Sinoptik dan Yohanes, serta tradisi Paulinum, memberikan deskripsi yang agak minim tentang jabatan imamat, karena jabatan ini lebih banyak dikaitkan dengan peranan sebagai pewarta firman Tuhan. Sosok pribadi Yesus sendiri lebih berfigur nabi daripada seorang imam dalam Perjanjian Lama. Pertama, Ia turunan Yehuda, bukan Lewi. Karena itu Ia tidak termasuk golongan para imam di Kenisah Yerusalem. Seluruh hidup dan pelayanan Yesus lebih menyerupai karakter para nabi Perjanjian Lama, yang tampil menjadi tokoh penyeimbang bagi kuasa pemimpin Israel, terutama raja-raja dan pemimpin agama. Ia melawan kuasa yang korup, membela kaum lemah dan tertindas, menyerukan kebenaran dan keadilan, hingga akhirnya menanggung penderitaan salib, untuk kemudian bangkit menuju kemuliaan kekal. Secara sederhana, karunia imamat Perjanjian Baru dideskripsikan dalam kehendak melayani Yesus, yakni “Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang” (Mat 20:28). Deskripsi holistik tersebut mencakupi seluruh aspek pelayanan Yesus, sumber imamat jabatan, yang diwariskan kepada Gereja hingga hari ini.

       2.2.2. Imamat menurut cara Melkisedek.
Ji ka imamat Perjanjian Lama dapat disebut sebagai imamat menurut cara Harun, imamat Perjanjian Baru adalah imamat menurut cara Melkisedek, didasari oleh peraturan Melkisedek, dan tidak berpegang pada garis keturunan. Melkisedek tidak mempunyai asal-usul, ia tidak berbapa dan tidak beribu (Ibr 7:3). Pernyataan ini merupakan kebalikan dari kebiasaan dalam Kitab Kejadian yang sebenarnya sangat menonjolkan cerita asal-usul. Melkisedek muncul begitu saja tanpa asal-usul, yang menyambut Abram yang memenangi peperangan, mendoakan dan memberkatinya, tindakan yang dibalas oleh Abram dengan memberikan kepadanya sepersepuluh dari jarahannya (Kej 14:18-20). Deskripsi yang diberikan oleh penulis Surat Ibrani tentang imamat menurut cara Melkisedek menekankan hakekat baru imamat, yakni dianugerahkan kepada orang pilihan Tuhan sebagai pribadi, diperkuat oleh ketentuan Tuhan sendiri, yang mempersembahkan korban tidak untuk dirinya sendiri, serta berkorban sekali untuk selama-lamanya.

       2.2.3. Yesus, Imam Agung.
Point penting yang perlu digarisbawahi dalam refleksi ini adalah peranan Yesus sebagai imam Agung. Dalam surat kepada orang Ibrani, secara tegas digarisbawahi, bahwa “kita mempunyai Imam Besar yang duduk di sebelah kanan tahta Yang Mahabesar di sorga, dan yang melayani ibadah di tempat kudus, yaitu di dalam kemah sejati, yang didirikan oleh Tuhan dan bukan oleh manusia” (Ibr 8:1-2). Keutamaan Yesus menempatkan Dia di atas imamat Harun, yang dalam deskripsi di atas di sebut sebagai “imam untuk selama-lamanya menurut peraturan Melkisedek” (Ibr 7:17). Dalam perananNya sebagai imam agung, Kristus mempersembahkan korban bagi keselamatan umat Allah. Korban itu adalah diriNya sendiri, di atas altar salib, satu kali untuk selama-lamanya, yang membawa keselamatan bagi segenap bangsa di segala kurun waktu. .... SELANJUTNYA

 
   
 

*) Dibawakan pada Hari Studi para imam se-Keuskupan Pangkalpinang, di Pangkalpinang, 20 April 2016

PAGE 1, 2, 3, 4
 
 
 
 

LIHAT ARTIKEL LAIN

 


 
All stories by TIRTA WACANA Team except where otherwise noted. All rights reserved. | design: (c) aurelius pati soge