Jl. Kelapa Hijau - Bukit Indah Sukajadi - Batam 29642
SEARCH:

                 
  SVD Batam SOVERDIA (Awam SVD) Pelayanan Kitab Suci Pelayananan Internasional Liturgi dan Devosi Tirta Wacana  
.
  Orang-orang Kudus
Semoga Allah Tritunggal Mahakudus senantiasa menerima dirimu di dalam kasih ilahiNya, dan melalui kasih itu kiranya Ia mencurahkan karunia agungNya bagi jiwa dan ragamu (St. Arnoldus Janssen)
 
"Dalam persekutuan dengan seluruh Gereja, kita memuji Allah karena karya-karyaNya yang besar dalam diri para malaikat dan orang kudusNya. Kita memohon pengantaraan mereka serta berusaha untuk mengikuti teladan mereka" (Konstitusi SVD no. 406)
 
 
 

             
  Beato Aloysius Liguda:      
  Membuka Hati Bagi Cinta Tuhan  
oleh Aurelius Pati Soge, SVD
 
.
 

 
 

ALOYSIUS LIGUDA lahir pada tahun 1898, dekat Winow, Nysa, sebagai anak keenam dari tujuh bersaudara. Keluarganya sangat saleh dan berpengaruh sangat besar dalam hidupnya. Tempat tinggalnya yang terletak dekat dengan rumah misi SVD di Nysa membantu dia mengenal panggilannya. Di usia 15 tahun ia masuk seminari menengah di sana. Perang dunia I menghentikan pendidikannya, karena ia dipanggil untuk memasuki dinas militer, dan terlibat dalam pertempuran di Flanders dan di Prancis. Setelah perang, ia kembali ke Nysa untuk studi lanjut. Tahun 1920 ia diterima di novisiat SVD St. Gabriel, Austria. Masa pendidikan ini berakhir dengan tahbisan imam di tahun 1927. Ia ingin ditugaskan di China atau di Papua Nugini, tetapi pembesar menempatkannya di Polandia.

Sebelum mengikrarkan kaul-kaul kekalnya pada tahun 1926, formatornya menulis: "Kemampuan intelektualnya sangat baik. Ia sangat cocok untuk mengajar." Ia diarahkan ke bidang ini. Tahun 1930 ia diterima belajar Sastra Polandia di Universitas Poznan hingga ke gelar Master (S2) dan menjadi guru di Seminari Menengah Gorna Grupa. Ia menyukai profesi ini dan sangat dihargai sebagai guru. Para siswanya mengenang dia sebagai seorang guru yang selalu menyiapkan pelajarannya dengan baik, ramah selalu membawa kegembiraan, senyum dan ketenangan di setiap kelas. Dalam periode tersebut ia dipilih menjadi rektor komunitas SVD Gorna Grupa.

Di samping mengajar, P. Liguda sering diminta untuk memberikan retret. Ia juga menjadi bapa pengakuan untuk beberapa komunitas religius. Sejumlah renungan dan khotbahnya diterbitkan sebagai buku yang terus berpengaruh di antara kaum muda, lama setelah kematiannya. Dalam tahun-tahun awal karya di Gorna Grupa, ia menerbitkan Audi Filia (Dengarkan, Wahai Putri), sebuah kumpulan khotbah hari Minggu untuk siswi-siswi sekolah menengah. Buku ini menjadi best seller di bidang homiletika. Menyusul dua buah buku yang lain , yakni Chleb i Sol (Roti dan Garam) dan Naprzod i Wyzej (Maju Terus dan Lebih Tinggi Lagi). Selain perhatiannya terhadap pembentukan hidup religius, ia menaruh minat khusus dalam bidang kerasulan kaum muda. Pembawaan serta latar belakang pendidikan nya membantu dia bisa berkomunikasi secara baik dengan kaum muda.

 
 

Ketika NAZI memasuki Polandia tahun 1939, rumah SVD Gorna Grupa dijadikan kamp tawanan untuk para imam dan seminaris , termasuk P. Liguda. Pada tanggal 5 Februari 1940, para tawanan dipindahkan ke sebuah kamp konsentrasi di Gdansk, lalu ke Stuttof dan Sachsenhausen, sebelum akhirnya disekap di Dachau. Karena bisa berbahasa Jerman, ia ditugaskan menjadi penterjemah untuk para tawanan lainnya. Perannya itu memungkinkan dia menyelamatkan mereka dari berbagai kekejaman tentara SS. Dalam suatu kesempatan, ia menulis , “Orang boleh memperlakukan saya secara hina, tetapi mereka tidak sanggup menjadikan saya seorang budak . Dachau dapat saja merampas semua hak azasi saya, tetapi kehormatan saya sebagai anak Allah tidak dapat diambil oleh siapa pun!” Dalam kurun waktu tersebut, i a mengalami kerja paksa, kelaparan, penganiayaan dan perlakuan tidak manusiawi lainnya, namun kehadirannya merupakan sebuah dukungan bagi tahanan lain. Sikapnya yang tenang dan penuh rasa humor membantu banyak orang untuk menanggung penganiayaan tersebut. Bahkan dalam situasi-situasi yang sangat berat pun ia menemukan kata-kata hiburan atau lelucon untuk diceritakan kepada orang-orang lain. P. Aloysius tetap setia kepada panggilannya sebagai seorang biarawan-misionaris di tengah-tengah penghinaan. Ia sangat peka terhadap ke tidakadilan dan berjuang membela orang-orang yang menderita. Di kamp-kamp konsentrasi ia tidak takut melanjutkan kebiasaannya membela orang-orang lain, yang tentu saja mengakibatkan siksaan serta hukuman sadis lainnya atas dirinya.

Pada tahun 1942, saat P. Liguda menjadi semakin lemah, seorang tentara Nazi membawanya bersama sejumlah tawanan lain ke sebuah bak air raksasa, tempat untuk menguji kekuatan fisik, yakni berapa lama orang yang tenggelam dapat hidup. Ketika itu ia berusia 44 tahun. Sebelum meninggalkan sel-nya, ia menyatakan, “Jika saya Pater Aloysius kehilangan nyawa saya, kamu akan tahu bahwa mereka telah membunuh seorang Liguda yang sehat.” Laporan resmi mengungkapkan bahwa ia mati karena pneumonia. Tetapi sejumlah saksi mata mengatakan, mereka ditenggelamkan dalam bak percobaan tersebut pada tanggal 9 Desember 1942.
 
  PESTA / PERINGATAN: 12 JUNI  
(tulisan dihimpun dan dikompilasi dari berbagai sumber)
 
 
 

Artikel terkait:

 
 
 
     
 
   
 


 
All stories by TIRTA WACANA Team except where otherwise noted. All rights reserved. | design: (c) aurelius pati soge