Jl. Kelapa Hijau - Bukit Indah Sukajadi - Batam 29642
SEARCH:

                 
  SVD Batam SOVERDIA (Awam SVD) Pelayanan Kitab Suci Pelayananan Internasional Liturgi dan Devosi Tirta Wacana  
.
  Orang-orang Kudus
Semoga Allah Tritunggal Mahakudus senantiasa menerima dirimu di dalam kasih ilahiNya, dan melalui kasih itu kiranya Ia mencurahkan karunia agungNya bagi jiwa dan ragamu (St. Arnoldus Janssen)
 
"Dalam persekutuan dengan seluruh Gereja, kita memuji Allah karena karya-karyaNya yang besar dalam diri para malaikat dan orang kudusNya. Kita memohon pengantaraan mereka serta berusaha untuk mengikuti teladan mereka" (Konstitusi SVD no. 406)
 
 
 

             
  Santo Yoseph Freinademetz:      
  Ingin Jadi Orang Cina Di Surga  
oleh Aurelius Pati Soge, SVD
 
.
 

 
 

YOSEPH FREINADEMETZ dilahirkan pada tanggal 15 April 1852 di Oeis, sebuah kampung kecil yang terdiri dari lima rumah, di tengah pegunungan Alpen, Italia Utara. Daerah ini dikenal dengan nama Tyrol Selatan, yang menjadi bagian dari kekaisaran Austo- Hungaria. Ia langsung dibaptis pada hari kelahirannya dan mewarisi pola iman keluarga yang bersahaja tetapi ulet, setia pada kehendak Tuhan dan berjuang untuk mewujudkannya. Kerohanian keluarga ini berpengaruh besar pada karya pelayanannya di kemudian hari, terutama sebagai misionaris di Cina.

Yoseph memulai pendidikan sebagai calon imam Keuskupan Bressanone (Brixen). Dalam masa pendidikan ini, ia sudah sering berpikir tentang bermisi di tanah asing. Tanggal 25 Juli 1875 ia ditahbiskan menjadi imam dan ditugaskan di Gereja San Martino, Badia, dekat dengan kampungnya. Wataknya yang penuh kasih dan dedikasinya yang tinggi langsung menarik simpati umat yang dilayani. Akan tetapi di dalam hatinya, panggilan untuk bermisi tak pernah mati. Karena itu, sesudah dua tahun berkarya sebagai imam, ia menghubungi P. Arnoldus Janssen, pendiri rumah misi yang baru di Steyl, Belanda, untuk bergabung. Ketika memohon ijin dari Uskup Gasser, dengan berat hati uskup itu memberi persetujuannya. "Sebagai uskup Brixen, saya harus katakan TIDAK, tetapi sebagai uskup Gereja Katolik saya katakan YA, karena ini kehendak Tuhan", kata uskup kepada Yoseph. Kemudian kepada Arnoldus Janssen yang secara khusus bertemu dengan dirinya ia berkata, "Silahkan ambil puteraku, Freinademetz, dan jadikanlah dia seorang misionaris sejati." Demikianlah Yoseph dilepaskan dari segala ikatan dengan keuskupan.

 
 

TANGGAL 11 Agustus 1878, ia merayakan Ekaristi perpisahan dengan umat paroki San Martino, tempat ia berkarya. Dalam kotbahnya ia menyatakan keyakinan dan tekadnya menjadi seorang misionaris. “Atas kebaikanNya yang tak terselami, Gembala Baik yang ilahi telah berkenan mengundang saya supaya pergi bersama dengan Dia ke padang gurun, dan membantu Dia mencari domba-domba yang tersesat. Apa yang harus saya buat selain dengan sukacita dan dengan rasa syukur saya mengecup tanganNya dan mengucapkan perkataan Kitab Suci, ‘Lihat, saya datang!’ Seperti Abraham, saya tinggalkan rumah dan orangtuaku, kampung halaman dan anda sekalian yang saya cintai, dan pergi ke tanah yang akan ditunjukkan Tuhan kepadaku. Saya merasa berat meninggalkan orangtuaku yang tercinta dan begitu banyak penderma dan sahabat. Tapi pada akhirnya, manusia itu ada bukan untuk dunia ini. Dia diciptakan untuk sesuatu yang lebih besar: bukan untuk menikmati hidup ini, melainkan untuk bekerja di tempat Tuhan yang memanggilnya.” Selepas perpisahan itu, ia pun berangkat ke Steyl, Belanda, dan diterima masuk ke dalam rumah misi yang baru ini dan selang beberapa bulan kemudian, yakni 2 Maret 1879, ia diutus menjadi misionaris perdana ke Cina, bersama dengan seorang misionaris lain, yakni Yohanes Baptis Anzer.

PERJALANAN menuju Cina ini ternyata menjadi perjalanan misi satu-satunya tanpa sekalipun ia kembali ke tanah kelahirannya di Benua Eropa. Lima minggu berlayar, Yoseph dan Anzer tiba di Hongkong. Sesudah dua tahun persiapan di Hongkong, tahun 1881, Yoseph beralih ke Shantung Selatan, sebuah provinsi di Cina, dengan dua belas juta penduduk, tetapi hanya ada 158 orang Kristiani. Tahun-tahun awal itu sangat berat karena penuh dengan perjuangan membentuk komunitas Kristiani. Ketika komunitas itu mulai menampakkan bentuk, Yoseph diperintahkan uskupnya untuk meninggalkan semua itu dan beralih ke tempat lain, untuk memulai lagi karya yang baru, dengan situasi baru, orang baru dan tantangan baru. Menghadapi semua ini, Yoseph hanya berpegang pada kata-kata Kristus, ""Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku" (Mat 16:24). Inilah kekuatan Yoseph yang paling menonjol. Dalam surat-suratnya ia sering melukiskan kerinduannya kepada tanah kelahirannya, tetapi kerinduan itu tidak sekalipun diwujudkannya, karena ia ingin selalu hadir di tengah umat yang dilayaninya. Tahun 1900, ketika ada perayaan 25 tahun SVD di Steyl, Yosef memutuskan untuk tidak menghadirinya karena mau hidup dan senasib dengan umatnya. Di kala itu umatnya sering dianiaya oleh "Kaum Boxer” China yang sangat anti pengaruh asing. Ia sadar akan gawatnya keadaan tetapi memutuskan untuk tidak meninggalkan umatnya, karena ia mau senasib dengan mereka. “Saya mencintai China dan orang-orang China. Saya ingin mati dan dikuburkan di antara mereka, dan di surga nanti saya mau tetap menjadi orang China”, demikian ucapannya yang terkenal.

Selain kesetiaan kepada tugas perutusannya, Yoseph juga tulus dan terbuka terhadap budaya dan tradisi lokal. Ia meninggalkan tradisi dan kebiasaan Eropa yang menjadi latar belakang dan menerima serta menghayati pola hidup masyarakat setempat. Bersama dengan Anzer (yang kemudian menjadi uskup) dan sejumlah katekis awam, ia mempersiapkan katekumen dan menerjemahkan katekismus ke dalam bahasa China untuk umatnya. Demikian juga tata liturgi dan devosi yang dirayakan sangat memperhatikan pola kultur masyarakat lokal. Ia pun memakai pakaian gaya lokal dan menjali persahabatan dengan tokoh-tokoh masyarakat lokal. Dengan demikian ia diterima dan dianggap sebagai salah seorang anggota komunitas setempat. Pola hidup misioner yang inkulturatif ini membuatnya mudah untuk berkomunikasi dengan aneka tradisi agama dan lapisan masyarakat.

Tahun 1898, Yoseph menderita penyakit laringitis dan terjangkit TBC akibat beban kerja dan penderitaan yang ditanggungnya selama ini. Atas desakan uskup dan imam- imam yang lain, Yoseph pergi ke Jepang untuk berobat. Ia kembali ke Cina dengan kesehatan yang lebih baik tetapi tidak sepenuhnya sembuh. Di tahun 1907, ketika Uskup Anzer meninggalkan wilayah misi ini, Yoseph mengambil alih semua tanggung jawab beban administrasi keuskupan. Di saat inilah wabah tifus menyerang wilayah tersebut. Banyak orang terkena wabah penyakit ini, termasuk umatnya. Yoseph betul berperanan sebagai gembala yang baik. Ia mengunjungi dan membantu mereka semampunya, hingga akhirnya ia pun terjangkit. Di tengah umatnya, di Taikia, ia pun menghembuskan nafasnya yang terakhir, pada tanggal 28 Januari 1908. Ia dikuburkan di bawa naungan "Perhentian XII" di Jalan Salib, dan kuburannya langsung menjadi tempat peziarahan umat Kristiani di sana.

Freinademetz mampu belajar dan menemukan kebesaran dan keindahan budaya Cina. Ia begitu menyatu dengan budaya itu dan mengasihi orang-orang Cina. Ia men- dharmabhaktikan diri untuk pewartaan Injil, membawa pesan cinta Tuhan kepada umat manusia, dan sungguh mewujudkan cinta itu di dalam komunitas Kristiani Cina. Ia menggerakkan komunitas-komunitas umat beriman agar terbuka dan menyatu dengan masyarakat sekita. Ia mendorong orang-orang Kristiani Cina untuk menjadi misionaris bagi masyarakat mereka sendiri, sebagai katekis, biarawan dan biarawati serta imam. Ia percaya kasih Tuhan mampu mengalahkan segala perbedaan, terungkap dalam kalimat emas yang diyakininya, "Satu-satunya bahasa yang bisa dimengerti oleh semua orang ialah Bahasa Cinta."

 
  PESTA / PERINGATAN: 29 JANUARI  
(tulisan dihimpun dan dikompilasi dari berbagai sumber)
 
.
 

 
 
Beberapa Peristiwa Penting Dalam Hidup St. Yoseph Freinademetz
 
 
  • Lahir: Oeis, Tyrol Selatan, 15 April 1852
  • Imam: Brixen, 25 Juli 1875
  • 1878 (27 Agustus): Masuk Rumah Misi St. Mikael, Steyl, Belanda
  • 1878 (2 Maret): Diutus ke Cina sebagai misionaris perdana bersama Y.B. Anzer
  • 1879-1881: Karya misi di Kwantung
  • 1882 (Maret): Mulai karya misi di Puoli, Shantung Selatan
  • 1886 (15 Agustus): Berkaul kekal dalam Serikat Sabda Allah (SVD)
  • 1886-1900: Menjari Provicaris Shantung Selatan. Tiga kali menjadi Administrator ketika Uskup Anzer berhalangan: 1890-1891; 1897-1898; 1899-1900.
  • 28 Januari 1908: Wafat di Taikia, Shantung Selatan
 

 
 

Artikel terkait:

 
 
     
 
   
 


 
All stories by TIRTA WACANA Team except where otherwise noted. All rights reserved. | design: (c) aurelius pati soge