Home | News | Opinion | Contact Us
head
Graha Wacana, SVD Family Centre, Ledug - Jawa Timur: 26 - 29 Mei 2015

 

"Dengan memulai proses pembaharuan diri ini, kita sedang menggoncang kemapanan yang kita hidupi selama ini. Paus Fransiskus mengatakan, bahwa gereja perlu bergerak dari zona nyaman menuju kawasan pinggir (Evangelii Gaudium 20) untuk mewartakan kasih Kristus kepada dunia. Bergerak bersama seluruh Gereja, komunitas misi Provinsi SVD Jawa bertekad untuk mengambil bagian dalam peziarahan gereja sejagat tersebut." (Kapitel Provinsi XII, no. 33)

 

 

 


Rekoleksi Pembukaan:
Merefleksikan Interkulturalitas, hakikat hidup dan misi kita
P. Ray Sudhiarsa: membimbing para kapitularis
memasuki saat hening...
 

"SEBAGAI biarawan misionaris lintas budaya, kita semua mempunyai pengalaman khusus, yang baik maupun yang kurang baik (positif dan negatif; lights and shadows). Sebagai imam, misalnya, coba saja kita lihat kembali bagaimana kita dalam melaksanakan tugas-tugas menguduskan, mengajar dan melayani. Pasti ada ceritera-ceritera lucunya, ada yang menarik, yang inspiratif, yang menjengkelkan, yang tidak mengenakkan, yang menantang atau yang bikin kita sedih dan tertekan berkepanjangan."

TEMA interkulturalitas sudah menjadi perhatian Serikat Sabda Allah, bukan sebagai buah dari pemikiran sekelompok orang atau Superior Jendral dan Dewannya, melainkan merupakan buah partisipasi seluruh anggota Serikat. Pendalaman tema ini secara lebih intensip diupayakan sejak tahun 2009, yang mengerucut pada Kapitel Jendral XVII, 2012, di mana seluruh Serikat sebagai sebuah komunitas misi, melihat diri sebagai sebuah komunitas yang berwarna lintas budaya. Karakter lintas budaya ini dengan seharusnya mewarnai seluruh sendi hidup dan karya para misionaris di mana pun mereka berada, sehingga wujud komunitas- komunitas kita dengan seharusnya mencerminkan karakter lintas budaya tersebut, terutama dalam komposisi para anggota, latar belakang budaya dan bahasa, serta bidang-bidang karya yang misi dijalani sesuai mandat gereja lokal.

 
 

Provinsi Jawa membenahi diri

Menanggapi pentingnya pendalaman tema tersebut, Kapitel Provinsi Jawa XII, 26-29 Mei 2015, diawali dengan rekoleksi dengan tema interkulturalitas ini. Dalam refleksi yang menghantar para kapitularis memasuki masa tenang, P. Raymundus Sudhiarsa, SVD, menekankan kembali interkulturalitas sebagai sebuah karakter Serikat yang memberi ciri khusus bagi para misionaris SVD untuk menjalani hidup dan mengembangkan karya misi di masing-masing penugasan. Apa yang kita perlukan?

  • Pertama, kita membutuhkan ketrampilan interkultural, baik dalam dimensi teologis maupun dimensi antropologis. Dalam dimensi teologis, semua misionaris ditantang untuk menyadari, bahwa komunitas-komunitas misi mencerminkan kesatuan dan keanekaan Allah Tritunggal, di mana hidup komunitas mencerminkan inkarnasi, Sabda yang menjadi Daging (Yoh 1:14). Kita mengajak orang-orang untuk menghayati spiritualitas ini bersama dengan kita, dan pada saat yang sama terbuka untuk diperkaya oleh spiritualitas mitra-mitra dialog. Sementara itu dalam dimensi antropologis, kebutuhan mendesak yang dilihat ialah perlunya kecerdasan lintas budaya (intercultural competence) yang dapat dibangun melalui formasi, baik dasar maupun berlanjut, sehingga pada suatu waktu, setiap misionaris memiliki kemampuan untuk bermisi lintas budaya, yang ditunjang oleh kemahiran berkomunikasi antar pribadi, manajemen konflik dan corectio fraterna. Melalui proses tersebut, diharapkan terjadinya passing-over dari monocultural mindset ke intercultural mindset. Secara umum, kecerdasan interkultural ini mengandung dimensi-dimensi yang saling berkaitan, yakni mindset (pola pikir), heartset (pola rasa) dan skillset (ketrampilan). Pola pikir menunjukkan kemampuan untuk memahami perbedaan dan persamaan lintas budaya. Pola rasa menunjukkan kemampuan memberi pengakuan, apresiasi dan menerima perbedaan dan kesamaan lintas budaya. Ketrampilan menunjukkan kemampuan pribadi untuk mencapai maksud dan tujuan dalam interaksi dengan orang-orang dari berbagai budaya.
  • Kedua, kita perlu membangun kesadaran, bahwa kita membutuhkan jalan panjang menuju interkulturalitas. Legasi karakter itnerkulturalitas itu sendiri sudah berakar dari generasi pendiri, di mana semangat internasional sangat ditekankan untuk menggambarkan cara hidup dan misi masa itu. Pada era tengah tahun 60-an hingga akhir abad 20, istilah multikultur lebih sering dipergunakan untuk menggambarkan karakter misi kita. Di abad 21, terutama sejak terlahir definisi karya misi kita sebagai Dialog Profetis, istilah interkultural lebih dipopulerkan untuk memberi warna hidup dan misi kita masa kini. Merujuk ke misiolog SVD, Roger Schroeder, kita perlu menekankan beberapa hal sebagai bagian dari peziarahan yang panjang tersebut, yakni (a) komunio dengan kaum miskin dan terpinggirkan; (b) komunio dengan orang-orang lain; dan (c) komunio dengan Serikat kita sendiri.


Matra khas kelima?

Mengakhiri refleksi pengantar kapitel ini, P. Sudhiarsa mengajukan sebuah pertanyaan menantang. "Agaknya harus dikatakan, bahwa interkulturalitas telah menjadi semacam neologisme atau ungkapan baru yang mencirikan identitas kita sebagai Serikat biarawan misionaris. Hal ini muncul ke permukaan kesadaran kita dan menjadi penting dimaknai secara sungguh-sungguh sejak Kapitel Jendral ke-17 (2012). Sebelumnya kita telah mengenal empat matra khas (characteristic dimensions), yakni Sabda Alkitabiah, Sabda yang Mengkomunikasi, Sabda yang Menganimasi dan Sabda Kenabian (Animating Word, Communicating Word, Animating Word and Prophetic Word). Lalu, akankah interkulturalitas menjadi matra atau dimensi khas kelima yang mengungkapkan jati diri kita? Yang jelas, interkulturalitas adalah penemuan kembali yang amat berharga dari warisan dan kharisma St. Arnoldus Janssen dan sekaligus anugerah Tuhan sendiri. Paling sedikit, ciri interkulturalitas Serikat kita ini telah menjadi bahan diskusi yang sangat inspiratif, yang memberdayakan, dan sekaligus yang menantang, sejak Kapitel Jendral ke-17 tang lalu. Untuk itu pulalah, tema interkulturalitas menjadi bagian integral bagi pendalaman kita mengenai keempat matra khas SVD dalam perspektif 'dialog profetis' (Kapitel Jendral ke-15, 2000) dan 'menghayati dialog profetis (Kapitel Jendral ke-16, 2012)." (ap)

               
         


 
All stories by TIRTA WACANA Team except where otherwise noted. All rights reserved. | design: (c) aurelius pati soge